WHAT IF : Renewable Energy Implemented in Indonesia

Iqbal sugiharto
4 min readSep 11, 2021

--

Judul ini terinpirasi dari serial Marvel Cinematic Universe. Membayangkan kembali peristiwa-peristiwa penting di Marvel Cinematic Universe dan menciptakan berbagai kemungkinan tak terbatas. Namun kali ini mari kita bayangkan jika target serta capaian EBT di Indonesia dapat diimplementasikan secara baik. Dengan melihat berbagai data real serta potensi-potensi yang dimiliki Indonesia mari kita masuk kedalam zona waktu yang tidak terbatas dengan satu pertanyaan What if ?

Bila melihat data dari Direktorat Jenderal Ketengalistrikan, KESDM 2020, dapat kita lihat kemunduran terkait pemanfaat Energi Baru Terbarukan, dimana pada batu bara sebesar 65%, air sebesar 7%, panas bumi sebesar 6%, BBM dan BBN sebesar 4%, gas sebesar 1%, biomassa sebesar 0,1%, dan EBT 0.1 %. What if bila kita bisa mengurangi produksi batu bara dengan menkonversi batu bara dengan biomasa maka kita bisa meningkatkan presentase EBT sekaligus dapat mengurangi secara perlahan terkait batu bara.

Batu bara? Memang kenapa kan baik dimana batu bara sebagai pembangkit base load yang dapat menunjang beban-beban listrik yang ada, dan juga batubara sendiri untuk biayanya juga murah. Namun dibalik itu semua, terdapat jenis — jenis emisi gas berasal dari semua jenis aktivitas pembakaran (CO2, Thermal NOx, SO2, Total Suspended Particulates atau (TSP) , Acid Gas (HCl, HF, HBr). Dimana senyawa-senyawa tersebut yang dihasilkan oleh pembangkit listrik yang berasal dari batubara yang dapat menyebabkan gangguan pernafasan, iritasi mata, dan iritasi pada kulit selain itu dampak yang dihasilkan bisa meningkatkan emisi yang sangat berbahaya, memang kita semua mau tinggal di tempat yang penuh resiko? mungkin kita yang jauh dari pembangkit tersebut tidak merasakan dampaknya secara langsung, namun orang-orang disekitar pembangkit, dan juga dipastikan 10–20 tahun kedepan net zero emission dari Indonesia tidak akan tercapai jika kita belum move on.

What if kita memanfaatkan potensi EBT di Indonesia, mari kita kulik salah satu EBT yang dapat dimanfatkan secara mudah dan diliat dari potensi di Indonesia yang sangat lah besar. PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) dimana potensi di Indonesia sendiri yaitu sebesar 207.8 GW dan sangat disayangkan potensi sebesar itu hanya dimanfaatkan sebesar 153,5 MWp atau sebesar 0.07% saja, jika kita dapat memanfaat potensi sebesar itu maka kita bisa menuju energi yang berkeadilan, tanpa emisi yang dapat mengganggu kesehatan mahkluk hidup serta lingkungan, tidak ada lagi daerah-daerah yang tidak terjangkau listrik dimana tantangan saat ini yaitu pada grid transmisi dan dsitribusi yang dari beberapa daerah belum teraliri listrik.

Indonesia masih cukup tertinggal dari segi pemanfaatan PLTS dengan banyaknya potensi. Dapat diliat dari PV kumulatif di daerah ASEAN sendiri sangat disayangkan Indonesia pada urutah keempat dari Vietnam, Thailand, dan Malaysia, dimana pada tahun 2020 Vietnam memiliki PV Market kumulatif sebesar 16.50 GW, Thailan sebesar 3.00 GW, Malaysia sebesar 1.49 GW, dan Indonesia hanya sebesar 0.15 GW. Kemudian untuk PV yang terpasang lagi-lagi Indonesia menjadi urutan ke empat dimana pada Vietnam PV yang terpasang pada tahun 2020 yaitu sebesar 11.75 GW, Thailand sebesar 0.01 GW, Malaysia sebesar 0.61 GW, dan sangat disayangkan Indonesia sebesar 0.02 GW. Melihat dari ketertinggalan tersebut, sebenarnya terdapat perencanaan dan juga program yang dapat mengejar ketertinggalan tersebut.

What if? PLTS Atap menjadi trend pemanfaatan EBT di Indonesia. Dilihat dari potensi yang cukup besar terkait iradiasi matahari, PLTS atap bisa menjadi solusi terutama bagi masyarakat yang bisa ingin memanfaatkan PLTS di rumah. PLTS Atap adalah sistem pembangkit listrik tenaga matahari yang dipasang pada atap/dinding/ bagian lain dari bangunan. Percepatan terkait pemanfaatan PLTS atap juga dapat mengurangi gas rumah kaca sebesar 3.2 juta ton CO2 . KESDM optimis terkait perkembangan pemasangan PLTS atap ini, dimana nantinya bisa diimplementasikan pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), industri, pemerintah hingga ke masing-masing rumah tangga.

Selain PLTS Atap terdapat juga potensi PLTS terapung pada waduk/danau yang ada di Indonesia, yang mana dapat menjadi salah satu cara untuk mempercepat presentase pemanfaatan PLTS di Indonesia. Potensi pada pulau Sumatera sebesar 7.150 MW pada 3 lokasi, Pulau Kalimantan sebesar 26,7 MW di 1 lokasi, Pulau Sulawesi sebesar 1.919 MW dengan 6 lokasi, JAMALI dengan 13 lokasi memiliki potensi sebesar 1.919,6 MW, dan daerah MPNT terpat 5 lokasi dengan potensi sebesar 39.4 MW. Kembali lagi dengan satu pertanyaan what if Indonesia memanfaatkan potensi tersebut, maka dapat mengurangi emisi karbon sebesar 214 ribu ton pertahunnya (PLTS terapung Cirata), dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja, mencapai tujuan dari “keadilan energi” untuk Indonesia.

Setelah diuraikan terkait potensi, pemanfaatan, serta teknologi pada PLTS, dimana agar pemanfaatan PLTS Atap terutamanya dapat direalisasikan secara cepat, dari Kementerian energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan merevisi terkait Permen ESDM Nomor 49 Tahun 2018 №13/2019 №16/2019 terkait penggunaan sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya yang nantinya pemanfaatan PLTS Atap ini semakin masif di masyarakat. Terdapat beberapa poin yang menarik yang pelu kita sukseskan dan juga monitoring, dimana akumulasi selisih tagihan dinihilkan diperpanjang dari yang mulanya tiga bulan menjadi enam bulan, ketentuan ekspor listrik menjadi lebih besar dari yang awalnya 65% menjadi 100%, pelangan PLTS Atap dan pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk umum dapat melakukan perdagangan karbon, adanya pusat pengaduan sistem PLTS atas untuk menerima dan menindak lanjuti pengaduan atas implementasi PLTS Atap.

Mari merealisasikan EBT PLTS ini dengan berbagai persiapan seperti peningkatan sumber energi lokal, peningkatan partisipasi masyarakat dan swasta, perubahan model bisnis ketenagalistrikan, pergeseran peran kendali dan tanggung jawab secara teknis, persiapan Sumber Daya Manusia dalam bidang energi serta ekonomi, perubahan kebijakan dan regulasi yang lebih pro terhadap perkembangan EBT, serta mempercepat pembangunan infrastruktur. Jadikan What if menjadi nyata sehinga Indonesia mencapai energi yang berkadilan yang sesungguhnya, bukan dari pemerintah, masyarakat, tapi mulailah dari diri sendiri, let’s renewable!

Sumber :

BP Statictical Review of World Energy, BioombergNEF, IEEFA, and MEMR RI.

Dirjen SDA PUPR “Potensi berdasarkan kemen PUPR nomor 6/2020 (5% dari luas waduk)”

CNBC Indonesia “revisi Permen ESDM NO.49 tahun 2018”

Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, KESDM 2020

WRI Indonesia “5 Temuan Besar dari Laporan Iklim IPCC 2021”

--

--

Iqbal sugiharto

karena aku pelupa, tulisan bisa menjadi medium untuk selalu mengingatkan momen yang pernah kulalui